PENGGUNAAN MODIFIKASI MEDIA MURASHIGE and Skoog DAN PENAMBAHAN NAPHTHALENE ACETIC ACID PADA PERBANYAKAN KALUS TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

Titik Nurhidayati, Amir Hamzah, Titiek Islami

Abstract


Tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah tanaman obat asli Indonesia. Tanaman ini termasuk tanaman monokotil dan berkembang biak dengan rhizhom atau rimpang. Meningkatnya permintaan temulawak untuk industri obat membuat budidaya dan perbanyakan tanaman berkhasiat ini sangat penting dipelajari. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. Penelitian ini dilaksanakan bulan Juni sampai dengan bulan Juli 2015. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 6 kali ulangan. Perlakuan terdiri dari dua kombinasi unsur N ( ½ N dan N ) dalam bentuk NH4NO3 dan KNO3 dari media MS dan pada empat taraf konsentrasi auksin NAA sehingga terdapat 8 perlakuan yaitu : P1( ½ MS, NAA 0 ppm), P2 ( ½ MS, NAA 2,5 ppm), P3( ½ MS, NAA 5 ppm), P4( ½ MS, NAA 10 ppm), P5( MS, NAA 0 ppm), P6 ( MS, NAA 2,5 ppm), P7 ( MS, NAA 5 ppm ), P8 ( MS, NAA 10 ppm ).Variabel yang diamati yaitu : bobot awal kalus, eksplan terkontaminasi, eksplan hidup atau mati, warna kalus, tekstur kalus dan bobot awal kalus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, kombinasi antara ½ MS dengan 5 ppm NAA memiliki persentase eksplan hidup paling tinggi yaitu 100% hidup. Selain itu kombinasi ½ MS + NAA 5 ppm menghasilkan kalus dengan penambahan bobot tinggi sebesar 1.46 gram, meskipun tidak berbeda dengan perlakuan ½ MS + NAA 2,5 ppm.

Keywords


Temulawak, Auksin, NAA, Kalus, Media MS

References


Anonymous.www.academia.edu/8303645/Makalah_Tanaman_Temulawak. Diakses Januari 2015.

Bermawie, N., M. Rahardjo, D. Wahyuno, dan Makmun.2006. Status teknologi budidaya dan pasca panen tanaman kunyit dan temulawak sebagai penghasil kurkumin. EDSUS Littro. 2(4) : 84-99.

Chattopadhyay, I., Biswas, K., Bandyopadhyay, U.and Banerjee, R.K.,2004. Tumeric and Curcumin : Biological actions ans medicinal applications. Current Science. 87(1): 44-53.

Darusman L.K, E. Djauhari, dan W. Nurcholis. 2006.Kandungan xantorhizol temulawak (Curcuma xanthorrhiza roxb.) pada berbagai cara budidaya dan masa tanam. Dalam Prosiding Seminar Tumbuhan Obat Indonesia XXXIX. Fakultas Kedokteran UNS.

-25 Maret 2006. Surakarta. Universitas Sebelas Maret. pp. 567-580.

George, E.F.1993. Plant Propagation by Tissue Culture.Part I. Thetechnology. Edington, Wilts, ExegeticsLtd, BA 134QG, England.1361hlm

Hwang J.K., J.S. Shim, YR. Pyun. 2000. Antibachterial activity of xanthorrhizol from Curcuma xanthorrhiza against oral pathogens. Fitoterapia 71 : 312- 323.

Karjadi, A.K. dan Buchory, A.,2007. Pengaruh NAA dan BAP terhadap Pertumbuhan Jaringan Meristem Bawang Putih pada Media B5. J. Hort. 17(3):217-223, Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Lembang, Bandung.

Murashige, T. and F. Skoog. 1962. A Revised Medium for Rapid Growth and Bio Assay with Tobacco Tissue Cultures. Physiologia Plantarum.

Nurcholis, W. (2008).Profil Senyawa Penciri dan Bioaktivitas TanamanTemulawak pada Agrobiofisik Berbeda. Tesis Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Syahid, S.F dan E. Hadipoentyanti, 2002. Pengaruh zat pengatur tumbuh Benzyl Adenin (BA) dan NAA terhadap pertumbuhan temulawak (Curcuma xanthorrhiza). Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. XIII (2) : 1-6.

Syahid S.F. dan E. hadipoentyanti, 2001. Pertumbuhan dan produksi rimpang temulawak di polibag yang benihnya hasil kultur in vitro. Jurnal Biologi Indonesia. III(2):118-125.

Tahardi, J.S., T. Raisawati, I. Riyadi & W.A. Dodd(2000). Direct somatic embryogenesis and plant regeneration in tea by temporary liquid immersion. Menara Perkebunan.


Refbacks

  • There are currently no refbacks.