POLA KOMUNIKASI PADA ACARA RITUAL RUWATAN POTONG RAMBUT GEMBEL DI DIENG WONOSOBO

Wiyanto Hidayatullah

Abstract

Abstract. Dreadlocks Ruwatan is a hair cutting ceremony for children with dreadlocks (gembel) performed by people in the Dieng Plateau (Dieng Plateau), Central Java. Ruwatan ritual which is held on the first Suro according to the Javanese Calendar aims to clean or free dreadlocks children from sukerta / sesuker (bad luck, sadness, or disaster). The belief that children with dreadlocks are descendants of Kiai Kolodete or entrusted Kanjeng Ratu Kidul (Nyai Roro Kidul) has become amyth hereditaryin the lives of the Dieng people. They also believe that dreads should only be cut if the child in question has the will / asked for it and must be done throughrituals ruwat or ruwatanled by local traditional elders. This sentence can only be done after the parents fulfill the "whatever" request submitted by the child. It is said that if the cutting of dreads is not done through a sacred ritual, dreads will grow back and the child tends to be sick. This research uses literature review, intercultural communication, culture, verbal messages, nonverbal messages, communication patterns, socialization, ritual rituals. This research is a cultural heritage of the Dieng Plateau which is passed down through culture through socialization media, without them being affected by the effects of globalization. Saram conveyed that the Dieng plateau community should not only maintain a trasidi but also have a moral and social message so that they can be accounted for in the local area of residence.

Keyword: ruwatan, symbolism, cultural communication patterns

Abstrak. Ruwatan rambut gimbal adalah upacara pemotongan (cukur) rambut pada anak-anak berambut gimbal (gembel) yang dilakukan oleh masyarakat di daerah Dataran Tinggi Dieng (Dieng Plateau), Jawa Tengah. Ritual ruwatan yang diadakan pada tanggal satu Suro menurut Kalender Jawa ini bertujuan untuk membersihkan atau membebaskan anak-anak berambut gimbal dari sukerta/sesuker (kesialan, kesedihan, atau malapetaka). Kepercayaan bahwa anak-anak berambut gimbal adalah keturunan Kiai Kolodete atau titipan Kanjeng Ratu Kidul (Nyai Roro Kidul) menjadi mitos turun-temurun dalam kehidupan masyarakat Dieng. Mereka juga percaya bahwa rambut gimbal hanya boleh dipotong bila anak yang bersangkutan sudah menghendaki/memintanya dan harus dilakukan melalui ritual ruwat atau ruwatan yang dipimpin tetua adat setempat. Ruwatan ini hanya dapat dilakukan setelah orang tua memenuhi permintaan "apa pun" yang diajukan oleh sang anak. Konon jika pemotongan rambut gimbal tidak dilakukan melalui ritual sakral, rambut gimbal akan kembali tumbuh dan si anak cenderung sakit-sakitan. Penelitian ini menggunakan tinjauan pustaka, komunikasi antarbudaya, kebudayaan, pesan verbal, pesan nonverbal, pola komunikasi, sosialisasi, ritual ruwatan. penelitian ini adalah sebuah warisan budaya dari dataran tinggi Dieng yang turun-menurun diturunkan kebudayaannya melalui media-media sosialisasi, tanpa mereka terpengaruh dari efek globalisasi yang ada. Saram yang disampaikan hendaknya masyarakat dataran tinggi Dieng tidak hanya sekedar mempertahankan suatu trasidi tetapi memiliki pesan moral dan sosial agar dapat dipertanggungjawabkan keberadaannya di lingkungan tempat tinggal daerah setempat.

Kata Kunci: ruwatan, simbolisme, pola komunikasi budaya

Keywords

ruwatan, symbolism, cultural communication patterns, ruwatan, simbolisme, pola komunikasi budaya

Full Text:

PDF

References

Dadan, A., Kresnowati, W. (2008). Komunikasi Antar Budaya konsep dan aplikasinya. Jakarta: Jala Permata

Daryanto. (2010). Ilmu Komunikasi. Bandung: PT.Sarana Tutorial Nurani Sejahtera.

Deddy, M. Rakhmat, J. (2005). Komunikasi Antar budaya. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

DeVito, J.A. (2009). Komunikasi Antarmanusia. Jakarta: Profesional Books.

Fajar, M. (2009). Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Giri, W. (2010). Sajen dan Ritual Orang Jawa. Yogyajarta: Narasi.

Koentjaraningrat. (1980). Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: UI Press

Kriyantono, R. (2006). Tehnik praktisi set komunikasi. Jakarta: Kencana.

Liliweri, A. (2007). Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta: LkiS

Mas’ud, T. (1989). Upacara Ruwatan Gagrak Surakarta Hadiningrat. Jawa Tengah: Taman Mini Indonesia Indah.

Moleong, L.J. (2005). Metodologi penelitian Kuantitatif. Bandung: PT. Rosdakarya.

Morissan. (2009). Teori Komunikasi Organisasi, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nazir, M. (1988). Metodologi Penelitian. Jakarta: Graha Indonesia.

Rakhmat, J. (2005). Metode Penelitian Komunisasi. Jakarta: Remaja Rosdakarya.

Santoso, T. & Dyson, L. (1997). Ilmu Budaya Dasar. Surabaya: Citra Media.

Seminar Nasional Naskah Kuno Nusantara. Jakarta: PerpustakaanNasional.

Stephen W. Littlejohn, A.W. & Foss, K.A. (2008). Theories of Human Comunication. Sumandiyo, H.Y. (2006). Seni dalam Ritual Agama. Yogyakarta: Pustaka.

Sunarto, K. (2004). Pengantar sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Suranto, A.W. (2010). Komunikasi Sosial Budaya. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Widyosiswoyo, S. (2000). Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Universitas Trisakti.

Refbacks

  • There are currently no refbacks.